LAPORAN
IMUNOSEROLOGI IV
Hari
/ Tanggal : Senin, 14 Mei 2012
Judul : Reaksi Widal
Tujuan : Untuk mendiagnosa demam tifoid
Metode : Tabung
Prinsip : Reaksi aglutinasi yang terjadi
bila serum penderita dicampur dengan suspense antigen Salmonella typhosa.
Pemeriksaan yang positif ialah bila terjadi reaksi aglutinasi antara antigen
dan antibodi (agglutinin).
Dasar Teori :
Widal
atau uji Widal adalah prosedur uji serologi untuk mendeteksi bakteri Salmonella
enterica yang mengakibatkan penyakit Thipoid. Uji ini akan memperlihatkan
reaksi antibodi Salmonella terhadap antigen O-somatik dan H-flagellar di dalam
darah. (http://id.wikipedia.org/wiki/Widal)
Tekhnik pemeriksaan uji widal dapat dilakukan
dengan dua metode yaitu uji hapusan/ peluncuran (slide test) dan uji
tabung (tube test). Perbedaannya, uji tabung membutuhkan waktu inkubasi
semalam karena membutuhkan teknik yang lebih rumit dan uji widal peluncuran
hanya membutuhkan waktu inkubasi 1 menit saja yang biasanya digunakan dalam
prosedur penapisan. Umumnya sekarang lebih banyak digunakan uji widal
peluncuran. Sensitivitas dan spesifitas tes ini amat dipengaruhi oleh jenis
antigen yang digunakan. (http://digilib.its.ac.id/ITS-Undergraduate-3100006026929/5530)
Reaksi Widal merupakan test imunitas yang
ditimbulkan oleh kuman Salmonella typhi / paratyphi, yaitu kuman yang terdapat
di minuman dan makanan kita yang terkontaminasi dengan tinja orang yang sakit
tifus. Jakarta dan Indonesia merupakan reservoir raksaksa kuman salmonella dan
lainnya. Semua manusia di Indonesia pasti pernah kemasukan kuman salmonella
melalui food-chain ini. Bila kebetulan jumlah kuman yang tertelan cukup besar
mungkin akan timbul penyakit tifus yang terutama ditandai oleh demam berkepanjangan
sebagai ciri khas. Namun tidak semua demam adalah tifus. Tifus perlu dicurigai
bila demam berlanjut sedikitnya 6-7 hari. Juga demam tifus pada hari2 permulaan
hanya ringan, tidak konstan, naik-turun, dan hanya setelah 5-7 hari akan tinggi
menetap, disertai badan pegal dan sakit kepala, serta kadang2 mual dan diare
ringan. Diagnosis tifus bisa dicurigai setelah demam sekitar seminggu ditambah
gejala2 diatas. Secara statistik juga demam tanpa adanya gejala positif yang
mengarah ke penyakit lain
Pemeriksaan labor untuk konfirmasi kecurigaan
tadi ialah kultur darah, dilakukan sewaktu ada demam tinggi yang merupakan
pertanda bahwa kuman sedang menyebar dalam darah (sehingga lebih mudah
dikultur). Kultur tidak bia dilakukan pada hari2 permulaan demam karena cenderung
masih negatif. Kita harus menunggu hingga demam sudah tinggi dan konstan.
Sayangnya hasil kultur untuk kepastian diagnosanya baru diperoleh setelah 4-6
hari. Namun pengobatan sudah bisa dilakukan atas dasar penilaian klinis, sambil
menunggu hasil kultur. (http://www.iwandarmansjah.web.id/popular.php?id=232)
Kegunaan uji Widal untuk diagnosis demam
typhoid masih kontroversial diantara para ahli. Namun hampir semua ahli sepakat
bahwa kenaikan titer agglutinin lebih atau sama dengan 4 kali terutama
agglutinin O atau agglutinin H bernilai diagnostic yang penting untuk demam
typhoid. Kenaikan titer agglutinin yang tinggi pada specimen tunggal, tidak
dapat membedakan apakah infeksi tersebut merupakan infeksi baru atau lama.
Begitu juga kenaikan titer agglutinin terutama agglutinin H tidak mempunyai
arti diagnostic yang penting untuk demam typhoid, namun masih dapat membantu
dan menegakkan diagnosis tersangka demam typhoid pada penderita dewasa yang
berasal dari daerah non endemic atau pada anak umur kurang dari 10 tahun di
daerah endemic, sebab pada kelompok penderita ini kemungkinan mendapat kontak
dengan S. typhi dalam dosis subinfeksi masih amat kecil. Pada orang dewasa atau
anak di atas 10 tahun yang bertempat tinggal di daerah endemic, kemungkinan
untuk menelan S.typhi dalam dosis subinfeksi masih lebih besar sehingga uji
Widal dapat memberikan ambang atas titer rujukan yang berbeda-beda antar daerah
endemic yang satu dengan yang lainnya, tergantung dari tingkat endemisitasnya
dan berbeda pula antara anak di bawah umur 10 tahun dan orang dewasa. Dengan
demikian, bila uji Widal masih diperlukan untuk menunjang diagnosis demam
typhoid, maka ambang atas titer rujukan, baik pada anak dan dewasa perlu
ditentukan.
Salah satu kelemahan yang amat penting dari
penggunaan uji widal sebagai sarana penunjang diagnosis demam typhpid yaitu
spesifitas yang agak rendah dan kesukaran untuk menginterpretasikan hasil
tersebut, sebab banyak factor yang mempengaruhi kenaikan titer. Selain itu
antibodi terhadap antigen H bahkan mungkin dijumpai dengan titer yanglebih
tinggi, yang disebabkan adanya reaktifitas silang yang luas sehingga sukar
untuk diinterpretasikan. Dengan alas an ini maka pada daerah endemis tidak
dianjurkan pemeriksaan antibodi H S.typhi, cukup pemeriksaan titer terhadap
antibodi O S.typhi.
Titer widal biasanya angka kelipatan :
1/32 , 1/64 , 1/160 , 1/320 , 1/640.
ü Peningkatan
titer uji Widal 4 x (selama 2-3 minggu) : dinyatakan (+).
ü Titer
1/160 : masih dilihat dulu dalam 1 minggu kedepan, apakah ada kenaikan
titer. Jika ada, maka dinyatakan (+).
ü Jika
1 x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640, langsung dinyatakan (+) pada
pasiendengan gejala klinis khas. (http://id.wikipedia.org/wiki/Widal)
Alat
dan Bahan
A.
Alat yang digunakan
1) Tabung reaksi
2) Pipet micron
3) Rak tabung reaksi
4) Incubator
B.
Bahan yang digunakan
1) Serum
2) Reagen tidal
Prosedur
Kerja :
1.
Menyiapkan semua alat
dan bahan yang akan digunakan
2.
Mengisi 8 tabung
reaksi dengan NaCl 0,9 % masing-masing 1000 μl. kecuali tabung pertama 1900 μl.
3.
Menambahkan 100 μl serum kedalam
tabung pertama.
4. Memipet sebanyak 1000 μl sampel dari tabung I kemudiandimasukkan kedalam
tabung II. Begitu setrusnya sampai tabung 7.
5. Masukkan 1000 μl dari tabung 7 ke tabung 9.
6. Memasukkan reagen control 40 μl kedalam tabung 8.
7. Inkubasi selama 24 jam, pada suhu 370C
8. Mengamati aglutinasi yang terjadi.
Interpertasi
Hasil :
Titer
:
O =
- HA = -
H =
1/160 HB = -
Makassar,
28 Mei
2012
Pembimbing Pembimbing,
(Nurdin, S.Si)
(Israwaty, S.Si)
Praktikan,
(Panca
Rahmat)
LAPORAN
IMUNOSEROLOGI V
Hari
/ Tanggal : Senin, 28 Mei 2012
Judul : Pemeriksaan ASO cara kualitatif
Tujuan : Untuk mendiagnosa ASO dalam serum pasien
Metode : Direct
Prinsip : Aglutinasi latex, menggunakan patikel latex yang dilapisi Streptolisin O, kemudian mereaksikan partikel ini dengan serum
penderita.
Dasar Teori :
Titer anti Streptolisin O
(ASO/ASTO) merupakan pemeriksaan diagnostik standar untuk demam rheumatik, sebagai salah satu bukti yang mendukung
adanya infeksi Streptococcus .
Titer ASTO di anggap
meningkat apabila mencapai 250 unit Tood pada orang dewasa atau 333 unit Todd pada
anak-anak diatas usia 5 tahun, dan dapat dijumpai pada
sekitar 70 % sampai 80 % kasus “demam rheumatik akut “.
Sebagian besar dari strain-strain serologik dari Streptococcus Group A
menghasilkan dua enzim hemolitik yaitu Streptolisin O dan S.
Di dalam tubuh penderita, Streptolisin O akan merangsang pembentukan
antibodi yang spesifik yaitu anti streptolisin O (ASTO) sedangkan yang dibentuk
Streptolisin S tidak spesifik.
Reaksi auto imun terhadap Streptococcus secara teori akan mengakibatkan
kerusakan jaringan atau manifestasi demam rheumatic, dengan cara :
ü Streptococcus
group A akan menyebabkan infeksi faring
ü Antigen
Streptococcus akan menyebabkan pembentukan antibodi pada pejamu yang hiperimun.
ü Antibodi
bereksi dengan antigen Str eptococcus dan dengan jaringan pejamu yang secara
antigen sama seperti Streptococcus.
ü Autoantibodi
tersebut bereaksi dengan jaringan pejamu,sehingga menyebabkan kerusakan
jaringan. (http://bukankuygbiasa.blogspot.com/2010/12/uji-asto.html)
Suatu ifeksi oleh β-hemolitic Streptococcus grup A akan merangsang beberapa sel
imunokompeten untun memproduksi beberpea antibody, baik terhadap beberapa
produk ekstraseluler dari kuman (streptolisin,Hialuronidase,*9 streptokinase,
DNAse) maupun terhadap komponen permukaan dari dinding sel kuman (cell surface
membrane antigen = CSMA). Antibodi terhadap CSMA inilah yang diduga menyebabkan
terjadinya kelainan pada jantung (endokardium) penderita demam rematik atau
pada ginjal penderita glomerulonefritis.
Kelainan terhadap beberapa organ
tersebut disebabkan oleh karena reaksi silang antar antibody terhadap CSMA
dengan endokardium atau Glomerular Basement Membrane(GBM) atau
menimbulkan pembentukan kompleks imun Ab-CSMA yang diendapkan pada glomerulus
atau endokardium dan menyebabkan beberapa kerusakan pada beberapa bagian
tubuh tersebut. Sebagian besar dari beberapa bagian strain serologis dari
streptococci grup A mengahasilkan dua enzim hemolitik yaitu, Streptolisin-O dan
S. Didalam tubuh penderita Streptolisin-O akan merangsang pembentukan antibody
yang spesifik, yaitu Streptolisin-O (ASO) sedangkan antibody yang dibentuk
terhadap streptolisin-S tidak spesifik.
Adanya antibody yang spesifik
terhadap streptolisin-O ini kemudian dipakai sebagai ASO biasanya mulai
meningkat 1-4 minggu setelah terjadinya infeksi. Bila infeksi
kemudian mereda, maka titer ASO akan kembali normal setelah sekitar 6 bulan.
Bila titer tidak menurun, suatu infeksi ulangan mungkin terjadi. (http://masselekang.blogspot.com/2009/06/imunologi.html).
Ada dua
prinsip dasar penetuan ASO, yaitu:
1.
Netralisasi/penghambat hemolisis
Streptolisin
O dapat menyebabkan hemolisis dari sel darah merah, akan tetapi bila
Streptolisin O tersebut di campur lebih dahulu dengan serum penderita yang
mengandung cukup anti streptolisin O sebelum di tambahkan pada sel darah merah,
maka streptolisin O tersebut akan di netralkan oleh ASO sehingga tidak dapat
menibulkan hemolisis lagi.
Pada tes ini
serum penderita di encerkan secara serial dan di tambahkan sejumlah
streptolisin O yang tetap (Streptolisin O di awetkan dengan sodium
thioglycolate). Kemudian di tambahkan suspensi sel darah merah 5%. Hemolisis
akan terjadi pada pengenceran serum di mana kadar/titer dari ASO tidak cukup
untuk menghambat hemolisis tidak terjadi pada pengencaran serum yang mengandung
titer ASO yang tinggi.
2. Aglutinasi
pasif
Streptolisin
O merupakan antigen yang larut. Agar dapatmenyebabkan aglutinasi dengan ASO.
Maka Streptolisin O perlu disalutkan pada partikel-partikel tertentu. Partikel
yang sering dipakai yaitu partikel lateks.
Sejumlah tertentu Streptolisin O (yang dapat mengikat 200 IU/ml ASO) di tambahkan pada serum penderita sehingga terjadi ikatan Streptolisin O – anti Strepolisin O (SO – ASO).
Sejumlah tertentu Streptolisin O (yang dapat mengikat 200 IU/ml ASO) di tambahkan pada serum penderita sehingga terjadi ikatan Streptolisin O – anti Strepolisin O (SO – ASO).
Bila dalam
serum penderita terdapat ASO lebih dari 200 IU/ml, maka sisa ASO yang tidak
terikat oleh Streptolisin O akan menyebabkan aglutinasi dari streptolisin O
yang disalurkan pada partikel – partikel latex . Bila kadar ASO dalam serum
penderita kurang dari 200 IU / ml , maka tidak ada sisa ASO bebas yang dapat
menyebabkan aglutinasi dengan streptolisin O pada partikel – partikel latex.
Tes hambatan hemolisis mempunyai sensitivitas yang cukup baik ,
sedangkan tes aglutinasi latex memiliki sensitivitas yang sedang. Tes
aglutinasi latex hanya dapat mendeteksi ASO dengan titer di atas 200 IU/ml. (http://bukankuygbiasa.blogspot.com/2010/12/uji-asto.html)
Alat dan Bahan :
A.
Alat
1) Slide hitam
2) Dropper/ pipet tetes
B.
Bahan
1) Serum
2) Reagen latex
Prosedur
Kerja
1) Kondisikan reagen dan sampel pada suhu ruangan
2) Meneteskan 1 tetes sampel, 1 tetes control (+), dan satu
tetes control (-) pada alat slide.
3) Tambahkan masing-masing slide dengan ASO latex,
homogenkan, kemudian jalankan waktu.
4) Perhatikan adanya aglutinasi dalam waktu tepat 2
menit.
Interpertasi Hasil :
(-) Negatif = tidak terbentuk aglutinasi
Makassar, 11 Juni
2012
Pembimbing Pembimbing,
(Nurdin, S.Si)
(Israwaty, S.Si)
Praktikan,
(Panca
Rahmat)
LAPORAN
IMUNOSEROLOGI VI
Hari
/ Tanggal : Senin, 28 Mei 2012
Judul : Pemeriksaan ASO cara kuantitatif
Tujuan : Untuk mendiagnosa ASO dalam serum pasien dengan cara dteksi kuantitatif.
Metode : Tabung
Prinsip : Aglutinasi latex, menggunakan patikel latex yang dilapisi Streptolisin O, kemudian mereaksikan partikel ini dengan serum
penderita. Adanya Streptolisin dalam serum penderita dinyatakan terjadinya
aglutinasi dan partikel tersebut.
Dasar Teori :
Streptolysin
O adalah suatu toksin yang terdiri protein dengan berat molekul
60.000 dalton, aktif dalam suasana aerob yaitu melisiskan sel darah merahjuga
neutrofil, platelet dan organella subsel. Streptolysin O bersifat meracuni jantung.
Streptokokus grup A (Streptokokus beta hemolitik) dapat menghasilkan
berbagai produk ekstraseluler yang mampu merangsang pembentukan antibody.
Antibodi itu tidak merusak kuman dan tidak mempunyai dampak perlindungan, tetapi adanya antibody itu dalam serum menunjukkan bahwa didalam tubuh baru saja terdapat streptokokus yang aktif. Antibody yang dibentuk adalah Antistreptolysin O (ASO), Antihialuronidase (AH), Antistreptokinase (anti SK), antidesoksiribonuklease B (AND B), dan anti nikotinamid adenine dinukleotidase (anti-NADase).
60.000 dalton, aktif dalam suasana aerob yaitu melisiskan sel darah merahjuga
neutrofil, platelet dan organella subsel. Streptolysin O bersifat meracuni jantung.
Streptokokus grup A (Streptokokus beta hemolitik) dapat menghasilkan
berbagai produk ekstraseluler yang mampu merangsang pembentukan antibody.
Antibodi itu tidak merusak kuman dan tidak mempunyai dampak perlindungan, tetapi adanya antibody itu dalam serum menunjukkan bahwa didalam tubuh baru saja terdapat streptokokus yang aktif. Antibody yang dibentuk adalah Antistreptolysin O (ASO), Antihialuronidase (AH), Antistreptokinase (anti SK), antidesoksiribonuklease B (AND B), dan anti nikotinamid adenine dinukleotidase (anti-NADase).
Tes ASO paling banyak digunakan, hasil tes
ini positif pada 80% faringitis
streptokokus, pada glumerulonefritis, demam rematik, enokarditis bacterial, dan
scarlet fever.Banyak anak usia sekolah memiliki kadar titer ASO yang lebih tinggi
daripada anak usia pra sekolah dan dewasa. (http://lestariamaliani.blogspot.com/2011/10/pemeriksaan-aso-anti-streptolisin-o.html)
streptokokus, pada glumerulonefritis, demam rematik, enokarditis bacterial, dan
scarlet fever.Banyak anak usia sekolah memiliki kadar titer ASO yang lebih tinggi
daripada anak usia pra sekolah dan dewasa. (http://lestariamaliani.blogspot.com/2011/10/pemeriksaan-aso-anti-streptolisin-o.html)
Penetapan ASO umumnya hanya memberi petunjuk
bahwa telah terjadi
infeksi oleh streptokokus. Yang lebih penting diperhatikan adanya kenaikan titer.
Meskipun semula titer rendah tetapi bila terjadi peningkatan dan tetap tinggi pada
pemeriksaan berikutnya, adanya infeksi oleh streptokokus. (http://lestariamaliani.blogspot.com/2011/10/pemeriksaan-aso-anti-streptolisin-o.html)
infeksi oleh streptokokus. Yang lebih penting diperhatikan adanya kenaikan titer.
Meskipun semula titer rendah tetapi bila terjadi peningkatan dan tetap tinggi pada
pemeriksaan berikutnya, adanya infeksi oleh streptokokus. (http://lestariamaliani.blogspot.com/2011/10/pemeriksaan-aso-anti-streptolisin-o.html)
Dalam infeksi yang disebabkan
oleh ß-hemolytic streptococi, Streptolysin adalah salah satu dari dua exotoxin
hemolytic yang dibebaskan dari bakteri yang menstimulasi produksi antibodi ASO
di dalam serum manusia. Keberadaan serta level dari antibodi ini di dalam serum
merefleksikan jenis dan parahnya sebuah infeksi.
Tes DALF ASO adalah cairan
suspensi, yang dilindungi dalam buffer dan yang distabilkan, dari partikel
latexpotysterene yang telah dibalut dengan Stretolysin O. Saat reagen latex
dicampur dengan serum yangmengandung ASO, terjadilah agglutinasi. Sensitivitas
reagen latex telah disesuaikan untuk menghasilkan agglutinasi saat level ASO
lebih tinggi dari 200 IU/ml, sebuah level yang ditentukan dan mengindikasikan
penyakit oleh penelitian epidemiologis dan klinis.
Anti-streptolysin O
(ASO atau ASLO) adalah antibodi dilakukan terhadap streptolysin O, sebuah,
imunogenik oksigen labil toksin hemolitik diproduksi oleh strain sebagian besar
kelompok strain A dan banyak dari kelompok C dan G streptokokus
. O
singkatan oksigen stable;
toksin terkait lainnya menjadi oksigen yang stabil streptolysin-S. Fungsi utama streptolysin O adalah untuk
menyebabkan hemolisis (terbuka melanggar sel darah merah) pada khususnya,
beta-hemolisis. (http://en.wikipedia.org/wiki/Anti-streptolysin_O)
Level yang dapat dideteksi dari
200 IU/ml antibodi ASO biasanya dipandang sebagai batas atas yang normal karena
kurang 15 – 20% dari orang-orang sehat menunjukkan titer yang lebih tinggi dari
200 IU/ml saat serum mereka diujikan. Dalam kasus bayi-bayi yang baru dilahirkan
pada awalnya mereka memiliki titer di atas level di atas ibunya karena IgG yang
didapat saat kelahiran, namun level ini akan menurun drastis selama
mingguminggu awal sejak kelahiran.
Level ASO normal pada balita
biasnya kurang dari 100 IU/ml namun level ini meningkat seiring dengan usia,
meningkat saat usia sekolah dan menurun saat usia dewasa. Peningkatan titer ASO
umumnya terjadi pada 1 – 4 minggu setelah permulaan infeksi dengan β-hemolytic
streptococci Group A. Saat infeksi mulai menghilang, titer akan menurun
dan kembali ke level normal dalam 6 bulan. Jika titer tidak menurun, mungkin
ada infeksi kronis yang muncul kembali.
Titer ASO yang telah ditinggikan
bisa diasosiasikan dengan ankylosing spondylitis glomerulonephritis ,
scarlet fever, dan tonsillitis. Level ASO yang ditinggikan umumnya
tidak ditemukan dalam serum pasien dengan arthritis reumatik kecuali dalam
kasus yang akut. Level ASO dalam kadar yang sangat rendah juga diobservasi
dalam sampel darah dari pasien denan nephritic syndromr dan pada
sindrom kekurangan antibodi.
Telah diketahui bahwa ada hubungan antara
penyakit demam
rematik dengan infeksi Streptokokus beta hemolitikus grup A (1). Semula para ahli
masih sangsi bahwa infeksi Streptokokus dapat mengakibatkan
timbulnya serangan demam
rematik, karena banyak penderita demam rematik tanpa didahului tanda-tanda
infeksi yang jelas.
Streptokokus seperti kuman lain dapat
merangsang timbulnya antibodi
dalam serum penderita dan kadang-kadang menunjukkan gejala infeksi yang jelas.
Adanya data-data imunologik dalam
serum penderita merupakan bukti telah terjadi infeksi oleh kuman tersebut.
Stollerman melaporkan adanya titer antibodi
Streptokokus yang tinggi pada penyakit demam rematik, yang timbul tiga
sampai empat minggu setelah infeksi Streptokokus.
Selain pada penyakit demam rematik pengukuran
antibodi Streptokokus
ternyata juga mempunyai arti penting pada penyakit glomerulonegritis akuta, karena
jenis tertentu dari penyakit
tersebut sering disertai dengan titer antibodi Streptokokus yang tinggi.
Penetapan ASTO umumnya hanya memberi petunjuk bahwa telah terjadi infeksi
oleh Streptokokus. Streptolisin 0 bersifat
sebagai hemolisin dan pemeriksaan ASTO umumnya berdasarkan sifat ini. Ada
beberapa cara penetapan ASTO, tetapi
biasanya hanya merupakan modifikasi dari cara Todd yang asli; perbedaan hanya
dalam pengenceran serum saja.
Penetapan dengan pengenceran serum menurut
Rantz dan Randall
yang banyak dipakai menetapkan titer 100 IU sebagai keadaan tidak ada penyakit
demam rematik atau glomerulonefritis akuta, sedangkan titer 250 IU atau
lebih perlu waspada
terhadap kemungkinan infeksi Streptokokus dan mungkin pencegahan terhadap
timbulnya penyakit demam rematik
dapat dilakukan lebih dini. Yang lebih penting diperhatikan adanya kenaikan
titer. Meskipun semula titer rendah
tetapi bila terjadi peningkatan dan tetap tinggi pada pemeriksaan berikutnya, adanya
infeksi oleh Streptokokus perlu
dipikirkan.
Demam reumatik merupakan penyakit vaskular
kolagen multisistem yang terjadi setelah infeksi streptokokus grup A pada
individu yang mempunyai faktor predisposisi. Penyakit ini masih merupakan
penyebab terpenting penyakit jantung didapat (acquired heart disease) pada anak
dan dewasa muda di banyak negara terutama negara sedang berkembang.
Keterlibatan kardiovaskular pada penyakit ini
ditandai oleh inflamasi endokardium dan miokardium melalui suatu proses
autoimun yang menyebabkan kerusakan jaringanDemam reumatik akut menyertai
faringitis Streptococcus
beta hemolyticus grup A yang tidak diobati. Pengobatan yang tuntas
terhadap faringitis akut hampir meniadakan resiko terjadinya demam reumatik.
Diperkirakan hanya sekitar 3 % dari individu yang belum pernah menderita demam
reumatik akan menderita komplikasi ini setelah menderita faringitis
streptokokus yang tidak diobati
Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat
interaksi individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan3.
Infeksi Streptococcus beta hemolyticus grup A pada tenggorok selalu
mendahului terjadinya demam reumatik, baik pada serangan pertama maupun
serangan ulangan1,3,5,6. Untuk menyebabkan serangan demam reumatik,
Streptokokus grup A harus menyebabkan infeksi pada faring, bukan hanya
kolonisasi superficial. Berbeda dengan glumeronefritis yang berhubungan dengan
infeksi Streptococcus di kulit maupun di saluran napas, demam reumatik agaknya
tidak berhubungan dengan infeksi Streptococcus di kulit3.
Hubungan etiologis antara kuman Streptococcus dengan demam reumatik
diketahui dari data sebagai berikut:
1. Pada
sebagian besar kasus demam reumatik akut terdapat peninggian kadar antibodi
terhadap Streptococcus atau dapat diisolasi kuman beta-Streptococcus
hemolyticus grup A, atau keduanya.
2. Insidens
demam reumatik yang tinggi biasanya bersamaan dengan insidens oleh
beta-Streptococcus hemolyticus grup A yang tinggi pula. Diperkirakan
hanya sekitar 3% dari individu yang belum pernah menderita demam reumatik
akan menderita komplikasi ini setelah menderita faringitis Streptococcus yang
tidak diobati.
3. Serangan ulang
demam reumatik akan sangat menurun bila penderita mendapat pencegahan yang
teratur dengan antibiotika.
Meskipun
pengetahuan serta penelitian sudah berkembang pesat, namun mekanisme terjadinya
demam reumatik yang pasti belum diketahui. Pada umumnya para ahli sependapat
bahwa demam reumatik termasuk dalam penyakit autoimun.
Streptococcus
diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel; yang
terpenting diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase,
streptokinase, disfosforidin nukleotidase, deoksiribonuklease
serta streptococcal erythrogenic toxin. Produk-produk tersebut
merangsang timbulnya antibodi.
Demam reumatik
diduga merupakan akibat kepekaan tubuh yang berlebihan terhadap beberapa produk
ini. Kaplan mengemukakan hipotesis tentang adanya reaksi silang antibodi
terhadap Streptococcus dengan otot jantung yang mempunyai susunan antigen mirip
antigen streptococcus, hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun.
ASTO (anti
streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan paling sering
digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi streptococcus. Lebih kurang 80%
penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik akut menunjukkan kenaikan
titer ASTO ini; bila dilakukan pemeriksaan atas 3 antibodi terhadap
Streptococcus, maka pada 95% kasus demam reumatik/penyakit jantung reumatik
didapatkan peninggian atau lebih antibodi terhadap Streptococcus.
Penelitian
menunjukkan bahwa komponen streptokokus yang lain memiliki reaktivitas bersama
dengan jaringan lain. Ini meliputi reaksi silang imunologik di antara
karbohidrat streptokokus dan glikoprotein katup, di antara membran protoplasma
streptokokus dan jaringan saraf subtalamus serta nuklei kaudatus dan antara
hialuronat kapsul dan kartilago artikular. Reaktivitas silang imunologik
multiple tersebut dapat menjelaskan keterlibatan organ multiple pada demam
reumatik.
Peran antibodi
sebagai mediator cedera jaringan belum sepenuhnya diterima. Adanya antibodi
bereaksi silang yang serupa pada serum pasien tanpa demam reumatik mendorong
penelitian mediator imun lain. Data muthakir menunjukkan pada sitotoksitas yang
ditengahi oleh sel sebagai mekanisme alternatife untuk cedera jaringan.
Penelitian menunjukkan bahwa limfosit darah perifer pasien dengan karditis
reumatik akut adalah sitotoksik terhadap sel miokardium yang dibiak in vitro,
dan bahwa serum penderita demam reumatik menghapuskan pengaruh sitotoksik
tersebut. Ini memberi kesan bahwa antibodi yang bereaksi silang dapat mempunyai
pengaruh protektif dalam pejamu tersebut. Sekarang hipotesis yang paling banyak
dipercaya adalah bahwa mekanisme imunologik, humoral atau selular, menyebabkan
cedera jaringan pada demam reumatik. (http://usebrains.wordpress.com/2008/10/04/demam-rematik-akut/).
Alat dan Bahan :
A.
Alat yang digunakan
1) Tabung reaksi
2) Rak tabung reaksi
3) Slide hitam
4) Pipet micron 100 μl
B. Bahan yang digunakan
1) Serum
2) Aquadest
3) ASO latex test
Prosedur
Kerja :
1.
Kondisikan reagen
pada suhu kamar
2.
Menyiapkan 4 buah
tabung reaksi
3. Isi masing-masing tabung reaksi dengan buffer salin
sebanyak masing-masing 100 μl.
4. Tambahkan 100 μl serum kedalam tabung I, lalu dari tabung I sebanyak
100 μl ke tabung II dan seterusnya sampai tabung IV, buang
100 μl pada tabung IV agar semua tabung volumenya seimbang.
5. Prosedur kerja selanjutnya seperti pada pemerikasaan
ASO latex cara direct
Interpertasi
Hasil :
Konsentrasi :
Tabung I : (-)
Tabung II : (-)
Tabung III : (-)
Tabung IV : (-)
Titer
:
0 IU
Makassar,
11
Juni 2012
Pembimbing Pembimbing,
(Nurdin, S.Si)
(Israwaty, S.Si)
Praktikan,
(Panca
Rahmat)