Total Tayangan Halaman

Kamis, 31 Mei 2012

Morfologi Kutu Kucing

1. Klasifikasi Kutu Kucing Klasifikasi Ctenocephalus felis adalah sebagai berikut :
    Kingdom : Animalia
    Phylum : Arthropoda
    Kelas : Insekta
    Ordo : Siphonaptera
    Family : Pulicidae
   Genus : Ctenocephalidae
    Spesies : Ctenocephalides felis

2. Morfologi
            Kutu jenis ini memiliki ciri-ciri tidak bersayap, memiliki tungkai panjang, dan koksa-koksa sangat besar, Tubuh gepeng di sebelah lateral dilengkapi banyak duri yang mengarah ke belakang dan rambut keras, Sungut pendek dan terletak dalam lekuk-lekuk di dalam kepala, Bagian mulut tipe penghisap dengan 3 stilet penusuk, Metamorfosis sempurna (telur-larva-pupa-imago), Telur tidak berperekat, abdomen terdiri dari 10 ruas, Larva tidak bertungkai kecil, dan keputihan, Memiliki 2 ktinidia baik genal maupun prenatal. Perbedaan antara jantan dan betina dapat dilihat dari struktur tubuhnya, yaitu jika jantan pada ujung posterior bentuknya seperti tombak yang mengarah ke atas dan antenna lebih panjang, sedangkan tubuh betina berakhir bulat dan antenna nya lebih pendek dari jantan Kutu kucing ini berwarna coklat kemerahan sampai hitam, dengan betina yang warna nya sedikit berbeda. Selain dari sedikit perbedaan dalam ukuran dan warna, fitur utama lainnya membedakan antara jantan dan betina adalah adanya kompleks, alat kelamin berbentuk bekicot pada laki-laki. Ctenocephalides felis dibedakan dari kutu lain dengan ctenidia karakteristik, atau sisir, tetapi memiliki ctenidium pronotal dan ctenidium genal dengan lebih dari 5 gigi. Morfologi kutu kucing adalah mirip dengan kutu anjing, canis Ctenocephalides, tetapi kutu kucing memiliki karakteristik dahi miring. Tibia belakang juga berbeda dari spesies loak lainnya dalam hal ini tidak memiliki gigi apikal luar. Semua anggota ordo Siphonaptera memiliki otot yang kuat berisi bresilin, protein sangat elastis, di kaki mereka, yang memungkinkan kutu melompat setinggi 33 cm.Larva kutu mirip belatung kecil dengan bulu pendek dan rahang untuk mengunyah. Kepompong hidup terbungkus dalam kepompong sutra-puing bertaburan
.
3. Siklus Hidup
Telur akan menetas 2-10 hari menjadi larva yang makan darah kering (yang dikeluarkan pinjal dewasa), feses, bahan organik lainnya. Larva juga membuat pupa dengan menyilih 2 kali. Stadium larva berlangsung 1-24 minggu. Pupa dapat hidup selama 1 minggu sampai 1 tahun tergantung faktor lingkungan.Pinjal ini dapat sebagai hospes intermedier dari Dypillidium caninum, dan menyebabkan gatal dan iritasi pada tubuh hospes (kucing).

Rabu, 30 Mei 2012

MORFOLOGI LALAT BUAH (Drosophila melanogaster)

1. Keterangan Gambar
 A. Antena
B. Mata C. Tibia
D. Tarsus
E. Protorax
F. Abdominal segmen
G. Sayap

2. Klasifikasi Lalat Buah Berikut merupakan klasifikasi dari Drosophila melanogaster :
Kingdom : Animalia
Phyllum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Drosophilidae
Genus : Drosophila
Spesies : Drosophila melanogaster

3. Morfologi
      Drosophila melanogaster mempunyai panjang tubuh sekitar 3 sampai 4 mm, tubuhnya berwarna kuning kecoklatan. Telur Drosophila berbentuk benda kecil bulat panjang dan biasanya diletakkan di permukaan makanan. Betina dewasa mulai bertelur pada hari kedua setelah menjadi lalat dewasa dan meningkat hingga seminggu sampai betina meletakkan 50-75 telur p erhari dan mungkin maksimum 400-500 buah dalam 10 hari. Telur Drosophila dilapisi oleh dua lapisan, yaitu satu selaput vitellin tipis yang mengelilingi sitoplasma dan suatu selaput tipis tapi kuat (Khorion) di bagian luar dan di anteriornya terdapat dua tangkai.tipis. Korion mempunyai kulit bagian luar yang keras dari telur tersebut. Pada ujung anterior terdapat mikrophyle, tempat spermatozoa masuk ke dalam telur. Walaupun banyak sperma yang masuk ke dalam mikrophyle tapi hanya satu yang dapat berfertilisasi dengan pronuleus betina dan yang lainnya segera berabsorpsi dalam perkembangan jaringan embrio.

4. Siklus hidup
         Perkembangan dimulai segera setelah terjadi fertilisasi, yang terdiri dari dua periode. Pertama, periode embrionik di dalam telur pada saat fertilisasi sampai pada saat larva muda menetas dari telur dan ini terjadi dalam waktu kurang lebih 24 jam. Dan pada saat seperti ini, larva tidak berhenti-berhenti untuk makan. Periode kedua adalah periode setelah menetas dari telur dan disebut perkembangan postembrionik yang dibagi menjadi tiga tahap, yaitu larva, pupa, dan imago ( fase seksual dengan perkembangan pada sayap ). Formasi lainnya pada perkembangan secara seksual terjadi pada saat dewasa. ( Silvia, 2003 ).
          Larva Drosophila berwarna putih, bersegmen, berbentuk seperti cacing, dan menggali dengan mulut berwarna hitam di dekat kepala. Untuk pernafasan pada trakea, terdapat sepasang spirakel yang keduanya berada pada ujung anterior dan posterior. Saat kutikula tidak lunak lagi, larva muda secara periodik berganti kulit untuk mencapai ukuran dewasa. Kutikula lama dibuang dan integumen baru diperluas dengan kecepatan makan yang tinggi. Selama periode pergantian kulit, larva disebut instar. Instar pertama adalah larva sesudah menetas sampai pergantian kulit pertama. Dan indikasi instar adalah ukuran larva dan jumlah gigi pada mulut hitamnya. Sesudah pergantian kulit yang kedua, larva ( instar ketiga ) makan hingga siap untuk membentuk pupa. Pada tahap terakhir, larva instar ketiga merayp ke atas permukaan medium makanan ke tempat yang kering dan berhenti bergerak. Dan jika dapat diringkas, pada Drosophila, destruksi sel-sel larva terjadi pada prose pergantian kulit ( molting ) yang berlangsung empat kali dengan tiga stadia instar : dari larva instar 1 ke instar II, dari larva instar II ke instar III, dari instar III ke pupa, dan dari pupa ke imago. Selama makan, larva membuat saluran-saluran di dalam medium, dan jika terdapat banyak saluran maka pertumbuhan biakan dapat dikatakan berlangsung baik. Larva yang dewasa biasanya merayap naik pada dinding botol atau pada kertas tissue dalam botol. Dan disini larva akan melekatkan diri pada tempat kering dengan cairan sperti lem yang dihasilkan oleh kelenjar ludah dan kemudian membentuk puypa ( kepompong ). Saat larva Drosophila membentuk cangkang pupa, tubuhnya memendek, kutikula menjadi keras dan berpigmen, tanpa kepala dan sayap disebut larva instar 4. Formasi pupa ditandai dengan pembentukan kepala, bantalan sayap, dan kaki. Puparium ( bentuk terluar pupa ) menggunakan kutikula pada instar ketiga. Pada stadium pupa ini, larva dalam keadaan tidak aktif, dan dalam keadaan ini, larva berganti menjadi lalat dewasa. Struktur dewasa tampak jelas selama periode pupa pada bagian kecil jaringan dorman yang sama seperti pada tahap embrio. Pembatasan jaringan preadult ( sebelum dewasa ) disebut anlagen. Fungsi utama dari pupa adalah untuk perkembangan luar dari anlagen ke bentuk dewasa. Dewasa pada Drosophila melanogaster dalam satu siklus hidupnya berusia sekitar 9 hari. Setelah keluar dari pupa, lalat buah warnanya masih pucat dan sayapnya belum terbentang. Sementara itu, lalat betina kan kawin setelah berumur 8 jam dan akan menyimpan sperma dalam jumlah yang sangat banyak dari lalat buah jantan.

GAMBAR MORFOLOGI LALAT RUMAH (Musca domestica)

1. Keterangan Gambar
A. Tarsus
B. Antena
C. Torax
D. Mata
E. Sayap

2. Klasifikasi Lalat Rumah
Kingdom: Animalia
Phylum: Arthoropoda
Kelas: Hexapoda
Ordo: Diptera
Family: Muscidae
Genus: Musca
Spesies : Musca domestica.

3. Morfologi
         Lalat rumah berukuran sedang, panjangnya 6-7,5 mm, berwarna hitam keabu-abuan dengan empat garis memanjang pada bagian punggung. Mata lalat betina mempunyai celah lebih lebar dibandingkan lalat jantan (lihat Gambar 1). Antenanya terdiri atas 3 ruas, ruas terakhir paling besar, berbentuk silinder dan memiliki bulu pada bagian atas dan bawah Bagian mulut atau probosis lalat seperti paruh yang menjulur digunakan untuk menusuk dan menghisap makanan berupa cairan atau sedikit lembek. Bagian ujung probosis terdiri atas sepasang labella berbentuk oval yang dilengkapi dengan saluran halus disebut pseudotrakhea tempat cairan makanan diserap. Sayapnya mempunyai empat garis (strep) yang melengkung ke arah kosta/rangka sayap mendekati garis ketiga. Garis (strep) pada sayap merupakan ciri pada lalat rumah dan merupakan pembeda dengan musca jenis lainnya. Pada ketiga pasang kaki lalat ini ujungnya mempunyai sepasang kuku dan sepasang. Bantalan disebut pulvilus yang berisi kelenjar rambut. Pulvilus tersebut memungkinkan lalat menempel atau mengambil kotoran pada permukaan halus kotoran ketika hinggap di sampah dan tempat kotor lainnya.

 4. Siklus Hidup
       Daur hidup ada 4 stadium: telur, larva (belatung), pupa dan dewasa. Tergantung pada temperature. Lama pertumbuhan (telur-dewasa) 6-42 hari. Longevity (lama kehidupan lalat) 2-3 minggu, pada kondisi dingin hidup sampai 3 bulan. Dalam kehidupan lalat dikenal ada 4 (empat) tahapan yaitu mulai dari telur, larva, pupa dan dewasa. Lalat berkembang biak dengan bertelur, berwarna putih dengan ukuran lebih kurang 1 mm panjangnya. Setiap kali bertelur akan menghasilkan 120–130 telur dan menetas dalam waktu 8–16 jam .Pada suhu rendah telur ini tidak akan menetas (dibawah 12 –13 º C). Telur yang menetas akan menjadi larva berwarna putih kekuningan, panjang 12-13 mm. Akhir dari phase larva ini berpindah tempat dari yang banyak makan ke tempat yang dingin guna mengeringkan tubuhnya, Setelah itu berubah menjadi kepompong yang berwarna coklat tua, panjangnya sama dengan larva dan tidak bergerak. Phase ini berlangsung pada musim panas 3-7 hari pada temperatur 30–35 º C, Kemudian akan keluar lalat muda dan sudah dapat terbang antara 450–900 meter, Siklus hidup dari telur hingga menjadi lalat dewasa 6-20 hari Lalat dewasa panjangnya lebih kurang ¼ inci, dan mempunyai 4 garis yang agak gelap hitam dipunggungnya. Beberapa hari kemudian sudah siap untuk berproduksi, pada kondisi normal lalat dewasa betina dapat bertelur sampai 5 (lima) kali. Umur lalat pada umumnya sekitar 2-3 minggu, tetapi pada kondisi yang lebih sejuk biasa sampai 3 (tiga) bulan Lalat tidak kuat terbang menantang arah angin, tetapi sebaliknya lalat akan terbang jauh mencapai 1 kilometer.

Selasa, 22 Mei 2012

MAKALAH KARBONDIOKSIDA AGRESIF

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
        Air merupakan senyawa yang bersifat pelarut universal, karena sifatnya tersebut, maka tidak ada air dan perairan alami yang murni. Tetapi didalamnya terdapat unsur dan senyawa yang lain. Dengan terlarutnya unsur dan senyawa tersebut, terutama hara mineral, maka air merupakan faktor ekologi bagi makhluk hidup. Walaupun demikian ternyata tidak semua air dapat secara langsung digunakan memenuhi kebutuhan makhluk hidup, tetapi harus memenuhi kriteria dalam setiap parameternya masing-masing. 
         Dalam menentukan kualitas air atau baik buruknya perairan dapat ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu : derajat keasaman (pH), oksigen terlarut, karbondioksida bebas, daya menggabung asam (DMA), salinitas air, dan Chemical Oxigen Demand (COD). 
         Kebutuhan air untuk berbagai aspek kehidupan menyangkut baik kuantitas maupun kualitasnya. Apabila jumlah airnya berlebihan atau kurang dari yang dibutuhkan, maka akan mengganggu demikian juga kualitas airnya harus sesuai dengan peruntukannya. 

B. Tujuan 
 1. Untuk mengetahui tentang kadar CO2 agresif dalam air 
2. Untuk mengerahui tentang kada CO2 bebas dalam air   

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 
A. Karbondioksida 
         Karbon dioksida (rumus kimia: CO2) atau zat asam arang adalah sejenis senyawa kimia yang terdiri dari dua atom oksigen yang terikat secara kovalen dengan sebuah atom karbon. Ia berbentuk gas pada keadaan temperatur dan tekanan standar dan hadir di atmosfer bumi. Rata-rata konsentrasi karbon dioksida di atmosfer bumi kira-kira 387 ppm berdasarkan volume [1] walaupun jumlah ini bisa bervariasi tergantung pada lokasi dan waktu. Karbondioksida adalah sebuah gas yang tidak berwarna yang tidak beracun pada konsentrasi biasa atau sesuai.Gas karbondioksida berada dalam atmosfir (sekitar 0,03 persen mol) dan dalam nafas kita, dimana gas karbondioksida dihasilkan dari oksidasi biologi dari substansi makanan. Karena dari densitas gas karbondioksida (sekitar 1,5 lebih besar dari pada yang berada di udara), gas karbondioksida cenderung berkumpul dalam wilayah rendah dan kurang akan udara dan dapat menyebabkan aspiksiasi (pengeluaran oksigen). Sifat dari pengeluaran oksigen ini berguna dalam pemadaman api. (Gammon, 1985). 
         Karbondioksida merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau. Ketika dihirup pada konsentrasi yang lebih tinggi dari konsentrasi karbondioksida di atmosfir, ia akan terasa asam di mulut dan mengengat di hidung dan tenggorokan. 

 B. Karbondioksida dalam Air 
       Meskipun presentase karbondioksida di atmosfir relative kecil, akan tetapi keberadaan karbondioksida di perairan relatif banyak, karena karbondioksida memiliki sifat kelarutan yang tinggi. CO2 yang terkandung dalam air berasal dari udara dan dari hasil dekomposisi zat organik. Permukaan air biasanya mengandung CO2 bebas kurang dari 10 mg/L, sedangkan pada dasar air konsentrasinya dapat lebih dari 10 mg/L. 
      Tabel 2.1 Kelarutan Beberapa Jenis Gas dalam Air Murni pada Suhu 10oC No Gas Kelarutan (ml/liter) 1 Nitrogen(N2) 18,61 2 Oksigen (O2) 37,78 3 Argon (Ar) 41,82 4 Karbondioksida (CO2) 1.1194,00 
        Karbondioksida yang terdapat di perairan berasal dari berbagai sumber, yaitu sebagai berikut: 
1. Difusi dari atmosfer. Karbondioksida yang terdapat di atmosfer mengalami difusi secara langsung ke dalam air. 
 2. Air hujan. Air hujan jatuh ke permukaan bumi seara teoritis memiliki kandungan karbondioksida sebesar 0,55-0,60 mg/L, berasal dari karbondioksida yang terdapat di atmosfir. 
3. Air yang melewati tanah organic. Tanah organic yang mengalami dekomposisi mengandung relative banyak karbondioksida sebagai hasil proses dekomposisi. Karbondioksida hasil dekomposisi ini akan larut ke dalam air. 
 4. Respirasi tumbuhan, hewan dan bakteri aerob maupun anaerob. Respirasi tumbuhan dan hewan mengeluarkan karbondioksida. Dekomposisi bahan organik pada kondisi aerob menghasilkan karbondioksida sebagai salah satu produk akhir.  
       Demikian juga, dekomposisi anaerob karbohidrat pada bagian dasar perairan akan menghasilkan karbondioksida sebagai produk akhir. Karbondioksida dari udara selalu bertukar dengan yang di air jika air dan udara bersentuhan. Pada air yang tenang pertukaran ini sedikit, proses yang terjadi adalah difusi. Jika air bergelombang maka pertukaran berubah lebih cepat. Gelombang dapat terjadi jika air di permukaan berpusar menuju ke bagian dasar danau, sambil membawa gas yang terlarut. Karbondioksida juga terdapat dalam air hujan. Hal ini terbawa waktu tetes air terjun dari udara.

C. Karbondioksida (CO2) agresif
        Karbondioksida (CO2) agresif adalah CO2 dalam air yang dapat bereaksi dengan marmer (CACO3), dapat melarutkan logam dalam pipa logam. Karbondioksida (CO2) merupakan salah satu gas yang terdapat dalam air.
       Berdasarkan bentuk dari gas Karbondioksida (CO2) di dalam air, CO2 dibedakan menjadi : CO2 bebas yaitu CO2 yang larut dalam air, CO2 dalam kesetimbangan, CO2 agresif. Dari ketiga bentuk Karbondioksida (CO2) yang terdapat dalam air, CO2 agresif-lah yang paling berbahaya karena kadar CO2 agresif lebih tinggi dan dapat menyebabkan terjadinya korosi sehingga berakibat kerusakan pada logam – logam dan beton.
D. Karbondioksida (CO2) bebas

Kandungan  karbondioksida  bebas  (CO2)  dalam   suatu   perairan  maksimal  20  ppm  (Rahmatin ,  1976).  Kandungan  karbondioksida  bebas  (CO2)  pada   suatu   perairan  melebihi  20  ppm ,  maka  membahayakan  biota  laut  bahkan  meracuni  kehidupan  organisme  perairan .  kandungan  karbondioksida  bebas  dalam  suatu  perairan  lebih  tinggi  dari  12  ppm  dapat  membahayakan  kehidupan  organism  perairan ,  dapat  di  asumsikan  bahwa  bila  dalam  suatu  perairan  kadar  karbondioksida  berlebihan  dapat  berdampak  kritis  bagi  kehidupan  binatang   air  (spotte ,1920) .
Karbondioksida  bebas  (CO2)   merupakan  salah satu  gas  respirasi  yang  penting  bagi system  perairan ,  kandungan  karbondioksida  bebas  di  pengaruhi  oleh  kandungan  bahan  organic  terurai ,  agilasi  suhu ,  Ph , dan  aktivitas  fotosintesis. Sumber  CO2  bebas  berasal dari  proses pembagunan  bahan  organik  oleh  jasad  renik  dan  respirasi  organisme  (Soesono  1970) ,dan menurut Widjadja (1975)  karbondioksida  bebas  dalam  perairan  berasal  dari  hasil  penguraian  bahan-bahan  organik  oleh  bakteri  decomposer  atau  mikroorganisme  , naiknya  CO2  selalu  di iringi   oleh  turunnya  kadar  O2 terlarut  yang  diperlukan  bagi  pernapasan  hewan-hewan  air .
Dengan  demikian   walaupun CO2  belum  mencapai  kadar  tinggi  yang  mematikan ,  hewan-hewan  air  sudah  mati  karena  kekurangan  O2 .  kadar CO2  yang  dike hendaki  oleh  ikan  adalah  tidak  lebih  dari  12  ppm  dengan  kandungan   O2  terendah   adalah  2  ppm  (Asmawi , (1983 ).
Istilah  karbondioksida  bebas  digunakan  untuk  menjelaskan  CO2 yang  terlarut  dalam  air,  selain  yang  berada  dalam  bentuk  terikat  sebagai  ion  bikarbonat  (HCO3) dan  ion  karbonat  (CO32-).  karbondioksida  bebas  (CO2)  bebas  menggambarkan  keberadaan gas  CO2  di perairan  yang  membentuk   keseimbangan  dengan   CO2  di atmosfer .
 Nilai CO2  yang terukur  biasanya  berupa  CO2  bebas .  perairan  rawar  alami  hampir  tidak  memiliki  pH >9  sehingga  tidak  ditemukan  karbon  dalam  bentuk  karbonat . pada  air  tanah, kandungan  karbonat  biasanya  sekitar  10 mg/l  karena  sifat  tanah  yang  cenderung  alkalis. Perairan  yang  memiliki  kadar  sodium  tinggi  mengandung  karbonat  sekitar  50  mg/l.perairan  tawar  alami  yang  memiliki  pH 7-8  biasanya  mengandung  ion  karbonat  <500 mg/l  dan hampir  tidak  pernah  kurang  dari  25 mg/l  ion ini  mendominasi  sekitar  60 -90%  bentuk  karbon  organic  total  di  perairan  (McNeeley,1979  dalam  Effendi,2003) .
Kadar  karbon  di perairan  dapat  mengalami  penuranan  bahkan  hilang  akibat  proses  fotosintesis ,  evaporasi  dan  agitasi  air . perairan  yang  di  peruntukan  untuk  kepentingan  perikanan   sebaiknya  mengandung  kadar  karbodioksida  bebas  <5 mg/l . kadar  karbondioksida  sebesar 10 mg/l  masih  dapat  ditolerir  oleh  organism  akuatik . Asal  disertai  oksigen  yang  cukup . sebagian  besar  organism  akuatik  dapat  bertahan  hidup  hingga  kadar  karbondioksida  bebas  mencapai  sebesar  60 mg/l (Byod,1988  dalam  Mahida,1948) .

A.    Prosedur kerja pemeriksaan kadar Karbondioksida (CO2)
1.      Penetapan Kadar CO2
a.       Prosedur Kerja
1)      Memasukkan contoh air kedalam labu tutup lewat didnding sampai penuh (jangan sampai ada gelembung)
2)      Mengambil 100 ml dengan pipet volume, dan dimasukkan kedalam erlenmeyer.
3)      Menambahkan 3 tetes indikator PP 1%.
4)      Mentitrasi dengan larutan NaOH sampai terjadi perubahan warna.
5)      Titrasi dilakukan duplo.
1ml 0,1 N NaOH = 4,4 mg CO2
b.      Perhitungan
Kadar CO2 = 1000 x ml NaOH x N NaOH x FP x 4,4 mg/L
                                        V. sampel
            = A mg/L

2.      Penetapan Kadar CO2 Agresif
a.       Prosedur kerja
1)      Memasukkan contoh air kedalam botol oksigen sebanyak 250 ml yang telah terisi 5g bubuk marmer murni, tutup, jaga jangan sampai ada gelembung udara.
2)      Diamkan selama 2-7 hari (setiap hari dikocok/digoyang).
3)      Perlahan lahan air yang jernih diambil dengan pipet volume sebanyak 100 ml. Masukkan kedalam erlenmeyer.
4)      Menambahkan 3 tetes indiktor PP 1%.
5)      Mentitrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna.
6)      Titrasi dilakukan duplo.
1ml 0,1 N NaOH = 4,4 mg CO2
b.      Perhitungan
  Kadar CO2 = 1000 x ml NaOH x N NaOH x FP x 4,4 mg/L
                                        V. sampel
                     = B mg/L
  Kadar CO2 Agresif = (A-B) mg/L

3.      Kadar CO2 Bebas
a.       Prosedur kerja
1)      Sampel air diambil dengan botol winkler 250 ml.
2)      Memipet 100ml dengan menggunakan pipet volume dan dipindakan ke dalam labu erlenmeyer.
3)      Menambahkan 10 tetes indikator PP 1%
4)      Kemudian mentitrasi dengan larutan Na2CO3 0,01 N sampai larutan berwarna merah muda.
5)      Titrasi dilakukan duplo.
b.      Perhitungan
Kadar CO2 Bebas = p x q x 22 ml/L
Dimana :
        p = Jumlah Na2CO3 yang terpakai
        q = Normalitas Na2CO3
        22= bobot setara



                                                                                                                            
BAB III
KESIMPULAN
            Dalam menentukan kualitas air atau baik buruknya perairan dapat ditentukan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah penetuan Karbondioksida Agresif dan karbondioksida bebas.
Karbondioksida  (CO2)  agresif  adalah  CO2  dalam  air  yang  dapat bereaksi  dengan  marmer  (CACO3), dapat  melarutkan  logam  dalam  pipa  logam.
Istilah  karbondioksida  bebas  digunakan  untuk  menjelaskan  CO2 yang  terlarut  dalam  air,  selain  yang  berada  dalam  bentuk  terikat  sebagai  ion  bikarbonat  (HCO3) dan  ion  karbonat  (CO32-).  karbondioksida  bebas  (CO2)  bebas  menggambarkan  keberadaan gas  CO2  di perairan  yang  membentuk   keseimbangan  dengan   CO2  di atmosfer .


DAFTAR PUSTAKA
Rahmawati, dan A. Patunru, Syahrani. Penuntun Praktikum Kimia Air.
            Makassar.2011

MAKALAH LEUKIMIA KRONIK

BAB I PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang 
         Kanker sepertinya menjadi penyakit yang harus benar-benar diperhatikan oleh semua orang, kalau negara-negara maju dihebohkan dengan kanker serviks, bahkan indonesia juga kabarnya lagi rame dengan panyakit kanker serviks karena seks bebas kini ancaman penyakit leukimia atau yang sering disebut kanker darah juga mulai mengancam orang di seluruh dunia. Leukemia (kanker darah) adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel-sel darah putih yang diproduksi oleh sumsum tulang (bone marrow). Sumsum tulang atau bone marrow ini dalam tubuh manusia memproduksi tiga type sel darah diantaranya sel darah putih (berfungsi sebagai daya tahan tubuh melawan infeksi), sel darah merah (berfungsi membawa oxygen kedalam tubuh) dan platelet (bagian kecil sel darah yang membantu proses pembekuan darah). Leukemia umumnya muncul pada diri seseorang sejak dimasa kecilnya, Sumsum tulang tanpa diketahui dengan jelas penyebabnya telah memproduksi sel darah putih yang berkembang tidak normal atau abnormal. Normalnya, sel darah putih me-reproduksi ulang bila tubuh memerlukannya atau ada tempat bagi sel darah itu sendiri. Tubuh manusia akan memberikan tanda/signal secara teratur kapankah sel darah diharapkan be-reproduksi kembali.  

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 
A. Leukimia 
         Leukemia berasal dari bahasa Yunani yang berarti darah putih. Leukemia adalah suatu jenis kanker yang dimulai dari sel darah putih. Dalam keadaan normal, sel darah putih, berfungsi sebagai pertahanan tubuh, akan terus membelah dalam suatu kontrol yang teratur. Pada penderita leukemia, terjadi pembentukkan sel darah putih abnormal (sel leukemia) yang berbeda dan tidak berfungsi seperti sel darah putih normal. Pada penderita leukemia, sumsum tulang memproduksi sel darah putih yang tidak normal yang disebut sel leukemia. Sel leukemia yang terdapat dalam sumsum tulang akan terus membelah dan semakin mendesak sel normal, sehingga produksi sel darah normal akan mengalami penurunan. 
B. Klasifikasi 
1. Leukemia digolongkan menurut cepatnya penyakit ini berkembang dan memburuk, yaitu: 
     a. Leukemia akut : Sel darah sangat tidak normal, tidak dapat berfungsi seperti sel normal, dan jumlahnya meningkat secara cepat. Kondisi penderita dengan leukemia jenis ini memburuk dengan cepat. 
      b. Leukemia kronik : Pada awalnya sel darah yang abnormal masih dapat berfungsi, dan orang dengan leukemia jenis ini mungkin tidak menunjukkan gejala. Perlahan-lahan, leukemia kronik memburuk dan mulai menunjukkan gejala ketika sel leukemia bertambah banyak dan produksi sel normal berkurang. 
2. Berdasarkan jumlah lekosit dan adanya bentuk-bentuk abnormal dalam darah perifer: 
     a. Leukemia Leukemik 
         Jumlah lekosit jauh lebih tinggi dari nilai normal disertai adanya lekosit muda dalam darah perifer. 
      b. Leukemia Anleukemik 
          Jumlah lekosit lebih rendah atau dalam batas normal disertai adanya lekosit muda dalam darah      perifer. 
      c. Leukemia Aleukemik Jumlah lekosit sedikit lebih tinggi atau dalam batas normal atau lebih rendah dari normal, dan tidak disertai adanya lekosit muda dalam darah perifer. 
3. Leukemia juga digolongkan menurut tipe sel darah putih yang terkena. 
        Maksudnya, leukemia dapat muncul dari sel limfoid (disebut leukemia limfositik) atau mieloid (disebut leukemia mieloid). Secara keseluruhan, leukemia terbagi menjadi 
  1. Leukemia limfositik kronik : terutama mengenai orang berusia >55 tahun, dan jarang sekali mengenai anak-anak. 
  2.  Leukemia mieloid kronik : terutama mengenai orang dewasa. 
  3. Leukemia limfositik akut : terutama mengenai anak-anak, namun dapat juga mengenai dewasa. Leukemia jenis ini merupakan jenis leukemia terbanyak pada anak (sekitar 75 – 80 % leukemia pada anak) d. Leukemia mieloid akut : Dapat mengenai anak maupun orang dewasa. Merupakan 20 % leukemia pada anak. 
C. Leukimia Kronik 
      Penyebab penyakit ini tidak diketahui secara pasti. Sama seperti tipe leukemia yang lainnya, leukemia berasal dari mutasi yang terjadi pada spesifik protein yang disebut juga dengan gen yang mengkontrol perkembangan dan pertumbuhan dari sel darah. Akibatnya sel berkembang dan bertumbuh tidak terkontrol Pada leukimia kronik awal penyakit sel-sel leukemia masih bisa melakukan beberapa pekerjaan yang normal sebagai sel darah putih. Orang yang menderita leukemia kronis mungkin tidak memiliki gejala apapun pada awalnya. Dokter sering menemukan leukemia kronis selama pemeriksaan rutin sebelum ada gejala. Perlahan-lahan, leukemia kronik memburuk karena jumlah sel-sel leukemia dalam darah meningkat. Gejala khas yang timbul, seperti pembengkakan kelenjar getah bening atau infeksi. 
Ketika gejala muncul, mereka biasanya ringan pada awalnya dan memburuk secara bertahap. 
 1. Leukemia Limfositik Kronik
 
         Defenisi Leukemia Limfositik Kronik (LLK) ditandai dengan adanya sejumlah besar limfosit (salah satu jenis sel darah putih) matang yang bersifat ganas dan pembesaran kelenjar getah bening. Lebih dari 3/4 penderita berumur lebih dari 60 tahun, dan 2-3 kali lebih sering menyerang pria. Pada awalnya penambahan jumlah limfosit matang yang ganas terjadi di kelenjar getah bening. Kemudian menyebar ke hati dan limpa, dan keduanya mulai membesar. Masuknya limfosit ini ke dalam sumsum tulang akan menggeser sel-sel yang normal, sehingga terjadi anemia dan penurunan jumlah sel darah putih dan trombosit di dalam darah. Kadar dan aktivitas antibodi (protein untuk melawan infeksi) juga berkurang. Sistem kekebalan yang biasanya melindungi tubuh terhadap serangan dari luar, seringkali menjadi salah arah dan menghancurkan jaringan tubuh yang normal. Hal ini bisa menyebabkan: 
  1. Penghancuran sel darah merah dan trombosit 
  2. Peradangan pembuluh darah 
  3. Peradangan sendi (artritis rematoid) 
  4. Peradangan kelenjar tiroid (tiroiditis).
Beberapa jenis leukemia limfositik kronik dikelompokkan berdasarkan jenis limfosit yang terkena. Leukemia sel B (leukemia limfosit B) merupakan jenis yang paling sering ditemukan, hampir mencapai 3/4 kasus LLK. Leukemia sel T (leukemia limfosit T) lebih jarang ditemukan. b. Penyebab Penyebabnya tidak diketahui. c. Gejala Pada stadium awal, sebagian besar penderita tidak memiliki gejala selain pembesaran kelenjar getah bening. Gejala yang timbul kemudian bisa berupa: 1) lelah 2) hilang nafsu makan 3) penurunan berat badan 4) sesak nafas pada saat melakukan aktivitas 5) perut terasa penuh karena pembesaran limpa. Pada stadium awal, leukemia sel T bisa menyusup ke dalam kulit dan menyebabkan ruam kulit yang tidak biasa. Lama-lama penderita akan tampak pucat dan mudah memar. Infeksi bakteri, virus dan jamur biasanya baru akan terjadi pada stadium lanjut. d. Diagnosa Kadang-kadang penyakit ini diketahui secara tidak sengaja pada pemeriksaan hitung jenis darah untuk alasan lain. Jumlah limfosit meningkat sampai lebih dari 5.000 sel/mikroL. Biasanya dilakukan biopsi sumsum tulang.
         Hasilnya akan menunjukkan sejumlah besar limfosit di dalam sumsum tulang. Pemeriksaan darah juga bisa menunjukkan adanya: 1) anemia 2) berkurangnya jumlah trombosit 3) berkurangnya kadar antibodi. e. Pemeriksaan Laboratorium 1. Jumlah leukosit 30.000 – 200.000 / mm3. 2. Jenis limposit yang ditemukan lebih 95 % terdiri dari limposit kecil dengan morfologi normal atau agak muda sehingga terlihat gambaran Monoton. 3. Ditemukan Rider Cell, sel limposit yang serupa dengan monosit. 4. Pada hapusan darah tepi terdapat Smudge Cell / Smear Cell / Sel coreng yaitu sel limfosit yang rusak setelah diwarnai, hanya inti kelihatan, bentuk irreguler. 5. Juga ditemukan trombositopenia, Anemia Hemolitik, Hipogammaglobulinemia (terutama Ig.M) , test Coombs direk positif, juga ditemukan Gamopati Monoklonal. f. Pengobatan Leukemia limfositik kronik berkembang dengan lambat, sehingga banyak penderita yang tidak memerlukan pengobatan selama bertahun-tahun sampai jumlah limfosit sangat banyak, kelenjar getah bening membesar atau terjadi penurunan jumlah eritrosit atau trombosit. Anemia diatasi dengan transfusi darah dan suntikan eritropoietin (obat yang merangsang pembentukan sel-sel darah merah). Jika jumlah trombosit sangat menurun, diberikan transfusi trombosit. Infeksi diatasi dengan antibiotik. Terapi penyinaran digunakan untuk memperkecil ukuran kelenjar getah bening, hati atau limpa. Obat antikanker saja atau ditambah kortikosteroid diberikan jika jumlah limfositnya sangat banyak. Prednison dan kortikosteroid lainnya bisa menyebabkan perbaikan pada penderita leukemia yang sudah menyebar. Tetapi respon ini biasanya berlangsung singkat dan setelah pemakaian jangka panjang, kortikosteroid menyebabkan beberapa efek samping. Leukemia sel B diobati dengan alkylating agent, yang membunuh sel kanker dengan mempengaruhi DNAnya. Leukemia sel berambut diobati dengan interferon alfa dan pentostatin. g. Prognosa Sebagian besar LLK berkembang secara perlahan. Prognosisnya ditentukan oleh stadium penyakit. Penentuan stadium berdasarkan kepada beberapa faktor, seperti: a. jumlah limfosit di dalam darah dan sumsum tulang b. ukuran hati dan limpa c. ada atau tidak adanya anemia. d. jumlah trombosit. Penderita leukemia sel B seringkali bertahan sampai 10-20 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis dan biasanya pada stadium awal tidak memerlukan pengobatan. Penderita yang sangat anemis dan memiliki trombosit kurang dari 100.000/mikroL darah, akan meninggal dalam beberapa tahun. Biasanya kematian terjadi karena sumsum tulang tidak bisa lagi menghasilkan sel normal dalam jumlah yang cukup untuk mengangkut oksigen, melawan infeksi dan mencegah perdarahan. 2. Leukemia Mielositik Kronik.
a. Definisi Leukemia Mielositik (mieloid, mielogenous, granulositik, LMK) adalah suatu penyakit dimana sebuah sel di dalam sumsum tulang berubah menjadi ganas dan menghasilkan sejumlah besar granulosit (salah satu jenis sel darah putih)yang abnormal. Penyakit ini bisa mengenai semua kelompok umur, baik pria maupun wanita; tetapi jarang ditemukan pada anak-anak berumur kurang dari 10 tahun. Sebagian besar granulosit leukemik dihasilkan di dalam sumsum tulang, tetapi beberapa diantaranya dibuat di limpa dan hati.Pada LMK, sel-selnya terdiri dari sel yang sangat muda sampai sel yang matang; sedangkan pada LMA hanya ditemukan sel muda. Granulosit leukemik cenderung menggeser sel-sel normal di dalam sumsum tulang dan seringkali menyebabkan terbentuknya sejumlah besar jaringan fibrosa yang menggantukan sumsum tulang yang normal. Selama perjalanan penyakit ini, semakin banyak granulosit muda yang masuk ke dalam aliran darah dan sumsum tulang (fase akselerasi). Pada fase tersebut, terjadi anemia dan trombositopenia (penurunan jumlah trombosit) dan proporsi sel darah putih muda (sel blast) meningkat secara dramatis. Kadang granulosit leukemik mengalami lebih banyak perubahan dan penyakit berkembang menjadi krisis blast.Pada krisis blast, sel stem yang ganas hanya menghasilkan granulosit muda saja, suatu pertanda bahwa penyakit semakin memburuk. Pada saat ini kloroma (tumor yang berisi granulosit) bisa tumbuh di kulit, tulang, otak dan kelenjar getah bening. b. Penyebab Penyakit ini berhubungan dengan suatu kelainan kromosom yang disebut kromosom Filadelfia. c. Gejala Pada stadium awal, LMK bisa tidak menimbulkan gejala. Tetapi beberapa penderita bisa mengalami : 1) kelelahan dan kelemahan 2) kehilangan nafsu makan 3) penurunan berat badan 4) demam atau berkeringat di malam hari 5) perasaan penuh di perutnya (karena pembesaran limpa). Lama-lama penderita menjadi sangat sakit karena jumlah sel darah merah dan trombosit semakin berkurang, sehingga penderita tampak pucat, mudah memar dan mudah mengalami perdarahan. Demam, pembesaran kelenjar getah bening dan pembentukan benjolan kulit yang terisi dengan granulosit leukemik (kloroma) merupakan pertanda buruk. d. Diagnosa LMK sering terdiagnosis pada pemeriksaan darah rutin. Jumlah sel darah putih sangat tinggi, mencapai 50.000-1.000.000 sel/mikroliter darah (mornal kurang dari 11.000). Pada pemeriksaan mikroskopik darah, tampak sel darah putih muda yang dalam keadaan normal hanya ditemukan di dalam sumsum tulang. Jumlah sel darah putih lainnya (eosinofil dan basofil) juga meningkat dan ditemukan bentuk sel darah merah yang belum matang. Untuk memperkuat diagnosis dilakukan pemeriksaan untuk menganalisa kromosom atau bagian dari kromosom. Analisa kromosom hampir selalu menunjukkan adanya penyusunan ulang kromosom.Sel leukemik selalu memiliki kromosom Filadelfia dan kelainan penyusunan kromosom lainnya. e. Pemeriksaan Laboratorium 1) Jumlah erytrosit, hematokrit dan hemoglobin (7-9 g/dl) kurang dari normal dengan Anemia normokromik normositer 2) Jumlah leukosit lebih dari 80.000 / mm3 dengan variasi 80.000 – 800.000/ mm3. leukositosis sangat berat > 500.000/mm3 dijumpai pada anak-anak. 3) Jumlah thrombosit bervariasi (awalnya terjadi thrombositosis 1.000.000/ mm3 lalu stadium lanjut menjadi thrombositopenia). Pada hapusan darah thrombosit mengelompok. 4) Jumlah Basofil meningkat (Basophilia) dan juga Eosinifilia secara absolut. Pada fase lanjut (fase akselerasi) terjadi basophilia > 20 %. 5) Pada pemeriksaan darah tepi dijumpai seluruh stadium diferensiasi tetapi yang predominant adalah sel-sel yang tua-tua seperti Mielosit, Metamielosit, N.batang dan N.segmen sedangkan Mieloblast dan Promielosit (dibawah 15%) tetap dalam jumlah sedikit. 6) Asam urat jumlahnya meningkat dalam plasma. 7) Yang khas dalam leukemia ini ditemukannya Kromosom Philadelphia yaitu Kromosom nomor 22 yang telah kehilangan kedua lengan panjangnya, pindah ke kromosom nomor 9. f. Pengobatan Sebagian besar pengobatan tidak menyembuhkan penyakit, tetapi hanya memperlambat perkembangan penyakit. Pengobatan dianggap berhasil apabila jumlah sel darah putih dapat diturunkan sampai kurang dari 50.000/mikroliter darah. Pengobatan yang terbaik sekalipun tidak bisa menghancurkan semua sel leukemik. Satu-satunya kesempatan penyembuhan adalah dengan pencangkokan sumsum tulang. Pencangkokan paling efektif jika dilakukan pada stadium awar dan kurang efektif jika dilakukan pada fase Akselerasi atau krisis blast. Obat interferon alfa bisa menormalkan kembali sumsum tulang dan menyebabkan remisi. Hidroksiurea per-oral (ditelan) merupakan kemoterapi yang paling banyak digunakan untuk penyakit ini. Busulfan juga efektif, tetapi karena memiliki efek samping yang serius, maka pemakaiannya tidak boleh terlalu lama. Terapi penyinaran untuk limpa kadang membantu mengurangi jumlah sel leukemik. Kadang limpa harus diangkat melalui pembedahan (splenektomi) untuk: 1) mengurangi rasa tidak nyaman di perut 2) meningkatkan jumlah trombosit 3) mengurangi kemungkinan dilakukannya transfusi. g. Prognosis Sekitar 20-30% penderita meninggal dalam waktu 2 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis dan setelah itu sekitar 25% meninggal setiap tahunnya. Banyak penderita yang betahan hidup selama 4 tahun atau lebih setelah penyakitnya terdiagnosis, tetapi pada akhirnya meninggal pada fase akselerasi atau krisis blast. Angka harapan hidup rata-rata setelah krisis blast hanya 2 bulan, tetapi kemoterapi kadang bisa memperpanjang harapan hidup sampai 8-12 bulan. 3. Leukemia Monositik Kronik Leukemia ini hampir mirip dengan leukemia myelositik, tetapi disini yang predominant sel monosit immatur dan matur juga ada disertai myeloblast dan myelosit. Pemeriksaan Laboratorium : a. Eryhtrosit : - Hitung eritrosit rendah, hematokrit rendah dan hemoglobin rendah dengan anemia normokromik normositik. b. Leukosit : - Pada stadium permulaan anemia disertai leukopenia, lalu disusul oleh thrombositopenia. c. Granulosit menurun dan terjadi peningkatan monosit. Pada stadium progressif terjadi peningkatan monosit yang tinggi. d. Ditemukan dua tipe : Leukemia monositik tipe Schilling dengan sel monosit yang predominant dan Leukemia monositik tipe Nageli dengan monosit immatur dan juga banyak myeloblast dan myelosit. D. Penyebab dan Faktor Risiko Leukemia Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini. Namun, menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan risiko timbulnya penyakit leukemia. Faktor risiko tersebut adalah 1. Radiasi dosis tinggi : Radiasi dengan dosis sangat tinggi, seperti waktu bom atom di Jepang pada masa perang dunia ke-2 menyebabkan peningkatan insiden penyakit ini. Terapi medis yang menggunakan radiasi juga merupakan sumber radiasi dosis tinggi. Sedangkan radiasi untuk diagnostik (misalnya rontgen), dosisnya jauh lebih rendah dan tidak berhubungan dengan peningkatan kejadian leukemia. 2. Pajanan terhadap zat kimia tertentu : benzene, formaldehida 3. Kemoterapi : Pasien kanker jenis lain yang mendapat kemoterapi tertentu dapat menderita leukemia di kemudian hari. Misalnya kemoterapi jenis alkylating agents. Namun pemberian kemoterapi jenis tersebut tetap boleh diberikan dengan pertimbangan rasio manfaat-risikonya. 4. Sindrom Down : Sindrom Down dan berbagai kelainan genetik lainnya yang disebabkan oleh kelainan kromosom dapat meningkatkan risiko kanker. 5. Human T-Cell Leukemia Virus-1(HTLV-1). Virus tersebut menyebabkan leukemia T-cell yang jarang ditemukan. Jenis virus lainnya yang dapat menimbulkan leukemia adalah retrovirus dan virus leukemia feline. 6. Sindroma mielodisplastik : sindroma mielodisplastik adalah suatu kelainan pembentukkan sel darah yang ditandai berkurangnya kepadatan sel (hiposelularitas) pada sumsum tulang. Penyakit ini sering didefinisikan sebagai pre-leukemia. Orang dengan kelainan ini berisiko tinggi untuk berkembang menjadi leukemia.   BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Leukemia adalah suatu jenis kanker yang dimulai dari sel darah putih. Dalam keadaan normal, sel darah putih, berfungsi sebagai pertahanan tubuh, akan terus membelah dalam suatu kontrol yang teratur. Penyebab penyakit ini tidak diketahui secara pasti. Sama seperti tipe leukemia yang lainnya, leukemia berasal dari mutasi yang terjadi pada spesifik protein yang disebut juga dengan gen yang mengkontrol perkembangan dan pertumbuhan dari sel darah. Akibatnya sel berkembang dan bertumbuh tidak terkontrol   DAFTAR PUSTAKA http://khairul-anas.blogspot.com/2012/04/leukemia.html#ixzz1tEzvtRVD http://www.kesehatan123.com/1085/apa-itu-leukemia/ http://indonesiaindonesia.com/r/leukimia/ www.wikipedia.com/leukimia http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20120117233646AAHzIWH http://ripanimusyaffalab.blogspot.com/2010/02/leukemia.html